BAB I
1.PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Kebudayaan berasal
dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
.Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Seperti masyarakat Mentawai dengan
kebudayaanya yang unik dan mengandung nilai estetika yaitu tato yang merupakan
bentuk ekspresi seni dan juga perlambang status sosial dalam masyarakat.
seni rakyat adalah keindahan sebuah grup,
identitas, dan berharga. Ciri khas manusia adalah kemampuannya menciptakan
simbol yang mempunyai makna tertentu, maka manusia disebut animal simbolicum.
Maka dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak
B.
TUJUAN
Dengan dibuatnya artikel
ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai masyarakat Mentawai dengan
kebudayaannya yang unik dan menjelaskan tentang unsur-unsur yang terkandung
seperti nilai keindahan,penderitaan, dan pandangan hidup serta dapat mengetahui
asimilasi yang terkandung dalam kebudayaan tato Mentawai ini dengan Bangsa
Proto Melayu yang datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam, 1500
SM-500 SM.
.BAB II
ISI
Budaya Tato Pada
Masyarakat Suku Mentawai
Mentawai merupakan sebuah kabupaten yang terletak di
provinsi Sumatra Barat. Kabupaten Mentawai sendiri, terletak sekitar 85-135 km
dari pantai Sumatera Barat, dengan luas daratan kurang lebih 7000 km².
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan yang terletak
memanjang dibagian paling barat pulau Sumatera dan dikelilingi oleh Samudera
Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian pulau
non-vulkanik, dan gugus kepulauan itu merupakan puncak-puncak dari suatu
punggung pegunungan bawah laut. Adapun suku asli yang tinggal di daerah ini,
yaitu suku Mentawai. Suku Mentawai merupakan salah satu bukti keanekaragaman
budaya Indonesia yang eksotik dan tak ternilai harganya.
Suku ini termasuk suku terasing yang hidup primitif di
tempat terpencil. Geografis Mentawai memang sangat jauh dari wilayah Indonesia yang
lain. Sebagai gambaran, jika perjalanan dimulai dari wilayah terdekat, yakni
dari pelabuan teluk Bungus Padarig, dibutuhkan waktu sekitar 10 sampai 12 jam
menggunakan Kapal Ferry untuk sampai ke kepulauan Mentawai. Oleh sebab itu,
suku ini kurang dikenal, tidak jarang salah sangka mengenai keberadaannya. Cara
hidup dan budaya masyarakat Mentawai menjadi suatu misteri. Masyarakat Mentawai
sering dicampur adukkan dengan suku Dayak di Kalimantan. Secara fisik, kedua
suku tersebut memiliki kemiripan, bahkan dengan suku di belahan bumi lain,
seperti di Hawai, Marchesi, dan Fiji yang berasal dari Lautan Teduh.
Nama mentawai diambil dari bahasa asli penduduk
setempat, yaitu “SiMateu”. Ada pula yang beranggapan Mentawai berasal dari kata
“ Simatalu”, yang berarti Yang Maha Tinggi. Simatalu ini juga merupakan nama
sebuah daerah yang menurut cerita dahulu merupakan daerah yang menjadi tempat
bermukim lelaki dari Nias yang bernama Amatawe. Sehingga dewasa ini dikenal
sebagai tanah Mentawai. Selain itu, orang Mentawai disebut orang Pagai oleh
orang-orang dari daratan Sumatra, terutama masyarakat Sumatra Barat.
Tato diperkirakan muncul pertama kali di Mesir pada
tahun 4000 SM pada waktu pembangunan The Great Pyramids. Bukti tato Mesir yang
tertua dengan peninggalan mumi Nubbian sehingga para ahli mengambil kesimpulan
bahwa seni dalam membuat tato sudah ada sejak 12.000 tahun SM. Menjelang abad
2000SM, seni tato meluas hingga, menjelang tahun 1000SM keberadaan tato makin
meluas, hal ini terjadi karena adanya difusi kebudayaan akibat migrasi
penduduk. 2 Aliran difusionisme menjelaskan bahwa kebudayaan itu asalnya satu,
kemudian menyebar ke seluruh dunia karena adanya perpindahan manusia akibat
perubahan lingkungan alam. Difusi tato menyebar ke Timur Tengah, kemudian menyeberang
melalui darat dan laut dataran India, China, Jepang, dan Kepulauan Pasifik.
Kelompok masyarakat yang tinggal di dalam grup
mempunyai pengalaman hasil pembelajaran dan interaksi sesama. Mereka
menggunakan kemampuan untuk mengekspresikan pengalaman mereka, yaitu membuat
seni, lebih tepatnya seni tradisional. Dikatakan seni tradisional karena
mempunyai beberapa karakteristik yaitu mudah, memiliki dua sisi, silsilah yang
aneh dan si pembuat tidak memiliki pendidikan secara formal.
Dapat disimpulkan seni rakyat adalah keindahan sebuah
grup, identitas, dan berharga. Ciri khas manusia adalah kemampuannya
menciptakan simbol yang mempunyai makna tertentu, maka manusia disebut animal
simbolicum (Earnest Cassiers, 1994).
Simbol merupakan salah satu bahasa nonverbal karena
menggunakan lambang berupa benda, lukisan, binatang, sebagai contoh adalah
tato. Tato adalah salah satu simbol mengekspresikan kebudayaan dan merupakan
seni yang dapat dilihat. Melalui tato, beberapa suku di dunia dapat
mengekspresikan apa yang mereka harapkan dalam hidup. Itu berarti tato menjadi
salah satu alat yang dipergunakan masyarakat untuk mengungkapkan suara hati
mereka dan menyampaikan ide. Tato juga dapat menjadi suatu simbol untuk
mengidentifikasikan bahasa di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu karena
tato dapat mengartikan sesuatu. Tato yang terdapat dalam perseorangan maupun
suku-suku tertentu mempunyai makna dan fungsi yang berbeda, simbol yang
digunakan untuk membuat tato biasanya sangat sederhana dan diambil dari kebudayaan
asli mereka.
Manusia dapat mengekspresikan luapan emosinya, antara
lain, melalui gerak tubuh, nyanyian, alat musik, dan lukisan. Dalam hal
melukis, badan dapat dijadikan sarana melukis yang hasilnya disebut dengan
tato. Tato menggunakan kulit tubuh sebagai alat untuk menyampaikan ungkapan.
Tato sebagai bahasa rupa dengan berbagai ragam dan gambar simbolis yang
bermakna ditemukan di Kepulauan Mentawai. Dalam pengertian luas, tato sering
disebut dengan body painting (Voices of Nature, 1990: 22)
Dahulu seni mentato sering dipakai oleh suku-suku
terasing disuatu wilayah di dunia dengan fungsi yang hampir sama di berbagai
tempat atau suku yaitu : pertama, tato sebagai simbol prestasi dari hasil
berburu binatang, keberanian, keterampilan, pengobatan. Kedua, tato merupakan
perintah religius kepada masyarakat yang meyakini itu sebagai perintah dewa
atau Tuhan. Ketiga, sebagai bukti ketabahan dalam melewati masa peralihan dari
gadis ke perempuan dewasa, perempuan dewasa ke ibu, tato juga dianggap mampu
mengatasi rasa sakit dan duka. Keempat, sebagai jimat mujarab, simbol kesuburan
dan kekuatan dalam melawan berbagai penyakit dan kecelakaan.
Bagi suku Mentawai, tato merupakan bentuk ekspresi
seni dan juga perlambang status sosial dalam masyarakat. Selain itu, tato dapat
pula dianggap sebagai pakaian abadi yang akan dibawa mati. Disebut pakaian
sebab tato khas Mentawai di Kepulauan Mentawai, , Selain itu, tato ini juga
berfungsi sebagai alat komunikasi, yaitu untuk menunjukkan jati diri dan untuk
perbedaan status sosial dalam masyarakat. Sumatera Barat memang biasanya
memenuhi sekujur tubuh, mulai dari kepala hingga ke kaki. Bahkan konon orang
Mentawai menato tubuh mereka agar kelak setelah meninggal, mereka dapat saling
mengenali leluhur mereka.
Seni rupa tradisional tato bagi Masyarakat Mentawai
memiliki berbagai peran sesuai dengan fungsi dan makna yang tercermin pada
motif-motifnya, yaitu sebagai simbol, tanda kenal, dan hiasan. Namun, ada pula
yang mengatakan bahwa tato adalah pakaian abadi, hiasan tubuh, atau sebagai
peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa.
Bagi orang Mentawai Pulau Mentawai terletak di
Kepulauan Siberut disebelah Pantai Barat Pulau Sumatra dimana suku Mentawai
mengembangkan bahasa simbolnya sendiri. Bahasa simbolnya diekspresikan melalui
tato. Tato juga sebuah tahap penyempurnaan jiwa dan raga demi mencapai
kesempurnaan harmony spirit of the forest. Orang Mentawai sudah menato badan
sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini
datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM. Itu
artinya, tato mentawailah yang tertua di dunia. Bukan tato Mesir, sebagaimana
disebut-sebut berbagai buku. Sebutan tato konon diambil dari kata tatau dalam
bahasa Tahiti. Kata ini pertama kali tercatat oleh peradaban Barat dalam
ekspedisi James Cook pada 1769.
Motif pohon sagu pada tubuh Sikerei mempunyai makna.
Dalam Mitologi suku Mentawai pohon sagu mempunyai makna tersendiri, mengisahkan
tentang seorang pria yang menjelma menjadi pohon sagu. Pohon sagu sebagai pohon
kehidupan sebagai sumber pangan yang tidak akan pernah habis. Motif pohon sagu
ini selalu terdapat pada tubuh setiap dukun adat (Sikerei). Tidak hanya Sikerei
yang memiliki tato di tubuh, tetapi juga masyarakatnya, karena masyarakat
Mentawai percaya benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan
di atas tubuh, karena Masyarakat suku mentawai menganut aliran kepercayaan
Animisme.
Agama Animis Mentawai disebut “Jarayak”, menggunakan
simbol gambaran sebuah pohon sagu. Masyarakat Mentawai juga bebas menato tubuh
sesuai dengan kreativitasnya. Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku
Mentawai, ”Arat Sabulungan”. (agama sekaligus kepercayaan). Istilah ini berasal
dari kata sa (se) atau sekumpulan, serta bulungatau daun. Sekumpulan daun itu
dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, yang
diyakini memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai
sebagai media pemujaan Tai Kabagat Koat (DewaLaut), Tai Kaleleu (roh hutan dan
gunung), dan Tai Ka Manua (roh awang-awang). Arat Sabulungan dipakai dalam
setiap upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah, dan penatoan.
Ketika anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12
tahun, orangtua memanggil sikerei dan rimata (kepala suku). Mereka akan
berunding menentukan hari dan bulan pelaksanaan penatoan. Setelah itu,
dipilihlah sipatiti, seniman tato. Sipatiti ini bukanlah jabatan berdasarkan
pengangkatan masyarakat, seperti dukun atau kepala suku, melainkan profesi
laki-laki. Keahliannya harus dibayar dengan seekor babi. Sebelum penatoan akan
dilakukan punenenegat, atau upacara inisiasi yang dipimpin sikerei, di
puturukat (galeri milik sipatiti). Setiap orang Mentawai, baik laki-laki maupun
perempuan bisa memakai belasan tato disekujur tubuhnya.
Proses Dan Ritual Tato Mentawai
a. Teknis pembuatan
tato mentawai
Proses pembuatan tato pun tidak boleh sembarangan
melainkan mengikuti sejumlah prosedur adat yang mereka percayai dan memakan
waktu yang lama. Tahap persiapannya saja bisa sampai berbulan-bulan. Sejumlah
upacara dan pantangan (punen) harus dilewati atau dilakukan sebelum proses tato
dilakukan. Melewati tahapan tersebut pun bukanlah hal yang mudah, sekalipun
bagi orang suku Mentawai sendiri
Sebelum ditemukan logam dan jarum besi, pembuatan tato
di mentawai mempunyai kemiripan dengan penatoan di daerah Polynesia. Alat pahat
terbuat dari tulang binatang, cangkang, kerang mutiara, ataupun gigi hiu.
Peralatan tato terdiri dari satu buah jarum, kayu kcil yang halus untuk
pemukul, dan batok kelapa. Sebelum ditato, tubuh akan disketsa sesuai dengan
ganbar yang diinginkan. Kemudian, sketsa tersebut akan ditusuk dengan jarum
yang berasal dari duri yang diberi tangkai kayu. Tangkai kayu ini dipukul
pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat warna kedalam lapisan kulit.
Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang, arang tempurung kelapa
dicampur dengan air tebu.
Langkah pertama adalah membuat garis gambar dikulit
dengan jelaga dari asap lampu. Cara memperoleh jelaga adalah dengan menyulut
lampu, kemudian di atas api lampu tersebut dtutupi dengan bato kelapa sehingga
batok kelapa bagian dalam berwarna hitam. Jelaga tersebut kemudian dilumuri
dengan jelaga kemudian diletakkan kekulit agar tertera.
Langkah kedua adalah membuat formula dengan cara
mencampur jelaga yang ada di batok kelapa dengan air tebu, kemudian ditempelkan
dijarum. Jarum yang sudah dilekatkan formula kemudian ditancapkan sedikit demi
sedikit ke kulit. Kemudian, jarum dipukul-pukul dengan alat yang berbentuk kayu
kecil. Jarum dengan peganganya digenggam dengan tangan kanan, sedangkan pemukul
dengan tangan kiri. Arah jarum mengikuti garis gambar yang telah tertera pada
kulit. Pemukulan dilakukan secara perlahan agar jarum dapat masuk ke dalam
kulit hingga berdarah. Permukaan kulit sering menjadi berdarah dan berwarna
kebiruan. Memang sangat menyakitkan, namun karena diadakan dalam suatu upaya
ritual dan penuh magis (dalam punen patiti), pembuatan tato tersebut tidaklah
terlalu menyakitkan bagi anak-anak yang ditato. Namun demikian, biasanya
selesai pembuatan tato, orang yang ditato akan mengalami demam selama beberapa
hari.
B. Ritual tato mentawai
Proses pembuatan tato mentawai melewati proses ritual
, dan memakan waktu yang cukup lama, karena bagian dari kepercayaan Arat
Sabulungan (kepercayaan kepada roh-roh). Sebelum melaksanakan ritual mentato,
dilaksanakan sebuah upacara adat yang disebut “PunenKepa”, yang bertujuan untuk
menyingkirkan pengaruh jahat dan ancaman akan adanya pertumpahan darah terhadap
kampung yang mereka huni.
Acara puncak punen adalah
dengan melakukan perjalanan ke Pulau Siberut sebagai asal orang Mentawai, acara
itu disebut‘Bulepak’, ke sana naik sampan sampai 40 orang, jika sudah kembali dengan
selamat menempuh ombak yang besar dari Siberut dengan membawa manik-manik khas
Siberut, maka semua warga suku sudah boleh menato diri.Membuat tato di Mentawai
dilakukan tiga tahap. Tahap pertama pada saat seseorang berusia 11-12 tahun,
dilakukan pentatoan dibagian pangkal lengan. Tahap kedua usia 18-19 tahun
dengan menato bagian paha. Tahap ketiga setelahdewasa.Anak laki-laki yang
menginjak usia 11-12 tahun atau sudah akilbalik dipanggilkan dukun (Sikerei)
oleh orangtuanya dan kepala suku (Rimata), mereka merundingkan waktu
pelaksanaan mentato, jika sudah disepakati hari dan bulan, baru dipanggilkan si
pembuat tato (Sipatiti), sipatiti harus seorang lelaki dan tidak boleh
perempuan.
.
Arat sebulungan dipakai dalam setiap upacara
kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah dan pentatoan. Ketika anak
lelaki memasuki akil balig pada usia 11-12 tahun, orang tua memanggil sikerei
dan rimata atau kepala suku kemudian akan berunding menentukan hari dan bulan
pelaksanaan penatoan. Setelah itu akan dipilih seorang sipaiti atau seniman
tato. Sipaitisebuah jabatan berdasarkan pengangkatan masyarakat, seperti dukun,
melinkan profesi, dan hanya boleh dijalankan oleh laki-laki. Keahliannya harus
dibayar dengan seekor babi.
Sebelum penatoan akan dilakukan punen enegat atau
upacara inisiasi yang dipimpin oleh sikerei, diputurukat atau galeri milik
sipaiti. Setelah itu tubuh anak yang akan ditato itu mulai digambar dengan
lidi. Sketsa diatas tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum bertangkai kayu.
Tangkai kayu ini dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat
warna kedalam lapisan kulit. Pentatoan awal atau paypay sakoyuan itu dilakukan
dibagian pangkal lengan. Ketika seorang anak menginjak dewasa, tatonya akan
dilanjutkan dengan pola durukat didada, titik takep ditangan, titi rere pada
paha dan kaki titi puso diatas perut kemudian titi teytey pada pinggang dan
punggung. Pada akirnya seluruh tubuh orang mentawai akan dipenuhi oleh tato.
Pembuatan tato sendiri melewati proses ritual, karena
bagian dari kepercayaan erat Sabulungan (kepercayaan kepada roh-roh).
Bahan-bahan dan alat yang digunakan didapat dari alam sekitarnya. Hanya jarum
yang digunakan untuk perajah yang merupakan besi dari luar. Sebelum ada jarum,
alat pentatoan yang dipakai adalah sejenis kayu karai, tumbuhan asli Mentawai,
yang bagian ujungnya diruncingkan. Tubuh bocah yang akan ditato itu lalu mulai
digambar dengan lidi. Sketsa di atas tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum
bertangkai kayu yang dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan
zat pewarna ke dalam lapisan kulit. Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang
dan arang tempurung kelapa. Janji Gagak Borneo merupakan tahap penatoan awal,
dilakukan di bagian pangkal lengan. Ketika usianya menginjak dewasa, tatonya
dilanjutkan dengan pola durukat didada, titi takep di tangan, titi rere pada
paha dan kaki, titi puso di atas perut, kemudian titi teytey pada pinggang dan
punggung. Proses pembuatan tato memakan waktu dan diulang-ulang. Tentu saja
menimbulkan rasa sakit dan bahkan menyebabkan demam. Ditemukan juga bahwa tato
pada masyarakat Mentawai berhubungan erat dengan budaya dongson di Vietnam.
Diduga, dari sinilah orang Mentawai berasal. Dari
negeri moyang itu, mereka berlayar ke Samudra Pasifik dan Selandia Baru.
Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada beberapa suku di Hawaii, Kepulauan
Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta suku Maori di Selandia
Baru. Di Indonesia, tato orang mentawai lebih demokratis dibandingkan pada
masyarakat dayak yang lebih cenderung menunjukkan status kekayaan seseorang
makin bertato, makin kaya. Dalam keyakinan masyarakat Dayak, contohnya bagi
Dayak Iban dan Dayak Kayan, tato adalah wujud penghormatan kepada leluhur.
Kepimimpinan yang jelas, tercermin dalam sistem religi, semua upacara-upacara
tradisional mereka yang beragam, dipimpin oleh seorang Kerei atau Sikere (dukun,
tokoh spritual). Agama asli orang Mentawai, Arat Sabulungan, percaya bahwa
segala sesuatu punya roh masing-masing yang sama sekali terpisah dari raganya
dan bebas berkeliaran di alam luas. Kekuatan terselubung dalam suatu benda yang
bisa mengganggu manusia, mereka sebut ’bajao’. Karenanya harus diadakan upacara
“pulaijat” (pembersihan uma) di waktu tertentu (selama 1 minggu, bahkan lebih).
Selama itu mereka terkena aturan punen (ritual pelarangan mengerjakan tabu yang
berkaitan dengan pulaijat).
Prosesi tato dimulai dengan “Punen Enegat’ atau
upacara inisiasi yang dipimpin oleh seorang sikerei, bertempat di “Putukurat”
yaitu tempat khusus penatoan milik Sipatiti. Tubuh anak laki-laki yang akan
ditato itu mulai digambar dengan lidi, setelah sketsa gambar selesai, jarum
yang terbuat dari kayu kerei ditusuk-tusukan kebagian kulit yang akan ditato
secara berulang-ulang sesuai dengan sketsa, lalu pewarna akan masuk ke lapisan
kulit dan akan terserap permanen di kulit, dan proses mentato selesai.
Tato Mentawai, seperti juga tato tradisional lainnya,
diwariskan dengan pola-pola dan motif yang sama secara turun temurun. Sehingga
tidak akan ada perkembangan maupun perubahan, karena setiap tato sudah memiliki
arti, makna dan aturan-aturannya tersendiri.
Motif – motif dan design tato Mentawai tidak
diciptakan untuk ditorehkan pada tubuh secara tunggal atau berdiri sendiri,
melainkan didesign lengkap untuk seluruh bagian tubuh yaitu dada, punggung,
sisirusuk, perut, lengan tangan, pinggul, pantat, paha, betis, kaki, leherdan
wajah.Keseluruhan motif dan design terdiri dari garis-garis
geometricalsederhana yang melintang diberbagai bagian tubuh dan berakhirdengan
garis-garis kurva pada kedua belah pipi wajah.
Motif tato suku Mentawai antara lain :
• Pohon, gunung, matahari, hewan, batu merupakan wujud
penghormatan suku Mentawai terhadap alam
• Babi, rusa, kera, burung, buaya, melambangkan
seseorang pemburu binatang, sesuai dengan hewan apa yang diburu.
• Alat perang dan daun beraneka motif merupakan hasil
kreatifitas mereka sendiri. Elemen utama dari design keseluruhan adalah garis
sentral yang mengarah ke dagu, kemudian menuju kebagian atas area rambut
kemaluan, garis ini kadang terputus dan mengarah menuju pundak danbahu yang
bercabang kebagian tubuh atas lainnya. Terlihat jelas pada bagian dada yang
menyimbolkan bunga pohon sagu.Elemen garis pada kaki bermakna batang pohon
utama, garisputus – putus yang panjang pada lengan turun kebawah menuju
pergelangan tangan melambangkan cabang – cabang pohon.
Motif tato Mentawai dibedakan menurut kampung dan
klan. Garis-garis yang terdapat pada motif tato Mentawai juga memiliki rumusan
jarak tertentu, yang biasanya dibedakan dengan jarak satu jari, dua jari, tiga
jari, dan seterusnya. Dalam bahasa Mentawai, tato disebut dengan Titi. Pembuat
tato di Mentawai dikenal dengan sebutan Sipatiti atau Sipaniti, yang berbeda
dengan Sikerei, atau dukun adat Mentawai. Sikerei merupakan orang yang sangat
dihormati karena ia merupakan pemuka adat, dukun, tabib, sekaligus tetua di
sana. Sedangkan Sipatiti/Sipaniti merupakan sebuah profesi semacam tattoo
artist yang dihargai dengan cara dibayar. Biasanya setiap satu sesi atau satu
pertemuan, Sipatiti/Sipaniti dibayar dengan satu babi atau beberapa ekor ayam.
Tidak semua orang Mentawai memiliki keahlian mentato.
Profesi Sipatiti/Sipaniti, meski tidak diangkat secara adat, tetapi mereka
dipercaya oleh masyarakat Mentawai dan hanya dijalani oleh orang-orang tertentu
yang memiliki keahlian dasar mengenai tato. Makna-makna yang terdapat dalam
simbol tattoo Mentawai sangat dipengaruhi oleh kepercayaan animisme, dan juga
terkait dengan kebudayaan Neolitikum, yang hingga kini masih dipraktekkan oleh
sebagian masyarakat Mentawai.’
Fungsi
Kebudayaan Tato Bagi Masyarakat Mentawai
Tato Mentawai luar biasa dan unik, memenuhi seluruh
tubuh dari kepala sampaikaki, dan sarat dengan simbol dan makna. Bagi orang
Mentawai, tato merupakan roh kehidupan. Menurut Ady Rosa, yang pada 1992
menelusuri pusat kebudayaan Mentawaidi Pulau Siberut, ada sedikitnya empat
kedudukan atau fungsi tato pada suku Mentawai.
1. Fungsi Sosial
Tato memiliki fungsi untuk menunjukkan jati diri dan
perbedaan status sosial atau profesi. Misalnya, tato dukun atau sikerei berbeda
dengan tato ahliberburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang
tangkapannya, seperti babi,rusa, kera, burung, atau buaya. Sikerei diketahui
dari tato bintang sibalu-balu dibadannya
2. Fungsi Kosmologis
Bagi masyarakat Mentawai, tato juga memiliki fungsi
sebagai simbol keseimbangan alam. Bagi suku Mentawai, benda-benda seperti batu,
hewan, dantumbuhan harus diabadikan di atas tubuh. Mereka menganggap semua
benda itumemiliki jiwa.
3. Fungsi Estetis
Fungsi tato yang lain adalah keindahan atau memiliki
fungsi estetis. Selainmentato tubuh mereka dengan simbol-simbol tertentu,
masyarakat Mentawai jugaboleh mentato tubuh sesuai dengan kreativitasnya. Suku
Mentawai pun bolehmenorehkan tato pada orang di luar suku Mentawai, sebagai
bentuk seni.
4. Fungsi Religius
Kedudukan atau fungsi tato yang menjadi dasar adalah
fungsi religius,yang berhubungan dengan kepercayaan suku Mentawai, yaitu Arat
Sabulungan.Istilah Arat Sabulungan berasal dari kata sa atau sekumpulan, dan
bulung atau daun. Arat Sabulungan diartikan sebagai sekumpulan daun yang
dirangkai dalamlingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, yang
diyakini memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai
sebagai media pemujaan terhadap Tai Kabagat Koat atau Dewa Laut, Tai Ka-leleu
atau rohhutan dan gunung, dan Tai Ka Manua atau roh awang-awang.
Tetapi dewasa ini kebiasaan pembuatan tato pada orang
mentawai mulai berangsur-angsur hilang, terutama pada anak-anak muda mentawai.
Untuk menunjukkan jati diri sebagai anak mentawai, mereka hanya menato sebagian
kecil tubuh. Sehingga diperkampungan mentawai yang lebih maju, seperti pulau
sipagai dan sipora, dua pulau besar dikepulauan mentawai, kita tidak lagi bisa
menemukan tradisi ini. Peralihan Ini disebabkan karena modernisasi yang mulai
berkembang di kepulauan mentawai. Mungkin tradisi ini akan hilang jika tidak
segera ditangani dengan konsep pelestarian adat dan budaya yang jelas.
Kini seni tato Mentawai terancam punah; hanya sebagian
kecil saja suku Mentawai yang masih menato tubuh mereka. Padahal pada zaman
dahulu, tato merupakan seni rajah tubuh yang populer dan “dikenakan” baik bagi
bagi laki-laki maupun perempuan Mentawai. Beberapa suku Mentawai yang masih
mempraktekkan seni tato tubuh dapat ditemui di pedalaman Pulau Siberut, seperti
di Desa Madobak, Ugai, dan Matotonan.
Ancaman punahnya seni tato ini diakibatkan oleh
beberapa faktor. Selain karena perkembangan zaman dan masuknya ajaran agama ke
kelompok Suku Mentawai yang dulunya animisme, tato Mentawai pernah pula
melewati masa pemusnahan lewat peratuhan pemerintah sekitar tahun 1980. Ratusan
motif tato khas Mentawai yang pernah dilukiskan di tubuh penduduk asli Mentawai
pun tidak sempat terdokumentasikan.
Tradisi tato bagi
laki-laki ini perlahan tenggelam sejalan dengan larangan mengayau.Setelah ada
pelarangan itu, Mentawai karena sejak tahun 1950, pemerintah melarang suku
Mentawai melanjutkan tradisi mentato ini karena dianggap sebagai suatu
kepercayaan animisme dan mewajibkan masyarakat Mentawai memilih dan memeluk 5
agama yang ada di Indonesia
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan seni rakyat adalah keindahan sebuah
grup, identitas, dan berharga. Ciri khas manusia adalah kemampuannya
menciptakan simbol yang mempunyai makna tertentu, maka manusia disebut animal
simbolicum (Earnest Cassiers, 1994).
Simbol merupakan salah satu bahasa nonverbal karena
menggunakan lambang berupa benda, lukisan, binatang, sebagai contoh adalah
tato. Tato adalah salah satu simbol mengekspresikan kebudayaan dan merupakan
seni yang dapat dilihat. Melalui tato, beberapa suku di dunia dapat
mengekspresikan apa yang mereka harapkan dalam hidup. Itu berarti tato menjadi
salah satu alat yang dipergunakan masyarakat untuk mengungkapkan suara hati
mereka dan menyampaikan ide. Tato juga dapat menjadi suatu simbol untuk
mengidentifikasikan bahasa di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu karena
tato dapat mengartikan sesuatu. Tato yang terdapat dalam perseorangan maupun
suku-suku tertentu mempunyai makna dan fungsi yang berbeda, simbol yang
digunakan untuk membuat tato biasanya sangat sederhana dan diambil dari kebudayaan
asli mereka
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Antropologi. Aksara
Baru, Jakarta
Josi Juliana. 2011. Analisis Tradisi Mentato pada Suku
Drung dan Suku Mentawai Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Program Strata 1.Jurusan Sastra China.Jakarta: Universitas Bina
Nusantara
http://id.wikipedia.org/wiki/Tato_Mentawai diakses
pada 10 oktober 2013
http://bejobakteri.blogspot.com/2013/03/makalah-kebudayaan-tato-mentawai.html diakses
pada 10 oktober 2013
http://travel.kompas.com/read/2013/06/24/1720445/Seni.Tato.Mentawai.Tertua.di.Dunia.
diakses pada 10 oktober 2013
http://ht.ly/oJw66 diakses
pada 10 oktober 2013
http://sejarah.kompasiana.com/2012/10/29/sejarah-tato-tertua-di-dunia-dari-mentawai-504416.html diakses
pada 10 oktober 2013